Tergelitik dengan artikel berita di harian Bisnis Indonesia tentang perusahaan RPX grup yang menerapkan sharing economic di logistik. Konsep sharing economic mengemuka belakangan ini. Konsep sharing economic yang dimaksudkan adalah sebuah keadaan di mana para pelaku ekonomi membagikan alat ekonomi mereka untuk dipakai bersama-sama. Tentu saja ada catatan mengenai kondisi pada saat alat ekonomi tersebut dapat dipakai secara bersama-sama. Kondisi tersebut lebiih menekankan mengenai optimalisasi dari alat ekonomi, terutama pada titik krusial di mana alat ekonomi tersebut berada pada masa idle atau tidak digunakan. Tentu saja berbeda jika alat ekonomi tersebut merupakan aset yang sengaja dipinjamkan untuk mendapatkan penghasilan dari hasil sewa.
Dalam konteks logistik, perusahaan-perusahaan penyedia logistik sendiri sudah dibedakan berdasarkan kepemilikan aset. Kita mengenal 1PL, 2PL, 3PL, 4PL hingga 5PL untuk membedakan sebuah perusahaan penyedia jasa logistik berdasarkan kepemilikan aset. Akan tetapi, konsep sharing economic tidak sekedar berbicara mengenai sewa-menyewa aset antar perusahaan penyedia jasa logistik, akan tetapi bagaimana melakukan optimasi pada penggunaan aset yang dimiliki
Selamat datang era Logistics Sharing Economic
Bekerja di lingkup perusahaan penyedia jasa logistik, pasti kita pernah merasakan masa di mana ada masa kita menghadapi masalah space di warehouse kita yang tidak terpakai. Ataupun bagi pemilik moda transportasi ada masa di mana kita tidak dapat memenuhi kapasitas muatan. Selama masa tersebut kita menghitungnya sebagai masa idle, terkadang kita masukkan sebagai biaya dan menghitungnya secara keseluruhan agar biaya itu tertutupi dengan memasukkannya ke dalam beban sewa kepada pengguna lainnya. Begitu juga yang terjadi dengan kapasitas muatan tidak terpenuhi.
Bekerja di lingkup perusahaan penyedia jasa logistik, pasti kita pernah merasakan masa di mana ada masa kita menghadapi masalah space di warehouse kita yang tidak terpakai. Ataupun bagi pemilik moda transportasi ada masa di mana kita tidak dapat memenuhi kapasitas muatan. Selama masa tersebut kita menghitungnya sebagai masa idle, terkadang kita masukkan sebagai biaya dan menghitungnya secara keseluruhan agar biaya itu tertutupi dengan memasukkannya ke dalam beban sewa kepada pengguna lainnya. Begitu juga yang terjadi dengan kapasitas muatan tidak terpenuhi.
Sementara di sisi lain, ada perusahaan logistik lainnya berusaha mencari space untuk menempatkan barangnya akan tetapi mengalami kesulitan untuk mendapatkan warehouse dikarenakan masa sewa yang tidak lama ataupun hanya memerlukan space yang kecil saja. Begitu juga ada perusahaan yang harus membayar lebih mahal dari yang semestinya karena hanya membutuhkan jasa pengiriman barang dengan muatan kecil.
Ini belum lagi kita berbicara mengenai kelebihan dan kekurangan tenaga kerja yang dibutuhkan di gudang, masalah kesulitan mencari supir harian, kesulitan mencari kernet serta hal lainnya misalnya kebutuhan tools di gudang, ada forklift yang tidak terpakai, palet yang menumpuk tidak terpakai sementara di tempat lain berusaha mencari palet dengan harga murah atau mencari sewa palet dengan harga tinggi karena hanya meminjam dengan waktu sebentar saja.
Ini belum lagi kita berbicara mengenai kelebihan dan kekurangan tenaga kerja yang dibutuhkan di gudang, masalah kesulitan mencari supir harian, kesulitan mencari kernet serta hal lainnya misalnya kebutuhan tools di gudang, ada forklift yang tidak terpakai, palet yang menumpuk tidak terpakai sementara di tempat lain berusaha mencari palet dengan harga murah atau mencari sewa palet dengan harga tinggi karena hanya meminjam dengan waktu sebentar saja.
Apa yang terjadi?
Kedua sisi tersebut benar-benar nyata di Indonesia. Tetapi apakah tidak ada solusi untuk hal ini?
Ada. Sharing economic lah jawabannya.
Ada. Sharing economic lah jawabannya.
Solusi untuk mengatasi ini semua adalah membagi aset yang tidak terpakai tersebut untuk bisa dipakai secara bersama-sama. Bagaimana caranya , tentu saja dengan melakukan penerapan teknologi informasi.
Seperti yang diketahui, sharing economic ini menjadi semakin mengemuka semenjak diterapkan teknologi informasi pada pemanfaatan aset-aset yang idle. salah satu contohnya adalah aplikasi Uber yang memberikan kesempatan pada seseorang yang mempunyai mobil memanfaatkan aset mobilnya untuk mendapatkan penghasilan. Caranya adalah dengan berbagi bahwa aset mobilnya dapat disewakan melalui aplikasi Uber. Bagi orang yang membutuhkan berpergian dengan mobil tetapi tidak memiliki mobil ataupun malas untuk membawa mobil sendiri dengan berbagai alasan bisa memanfaatkan aplikasi Uber untuk mencari mobil yang tersedia dan mau mengantarkan ke tempat tujuannya.
Begitu pula jika diterapkan di lingkup perusahaan penyedia jasa logistik. Kita bisa mendaftarkan aset-aset logistik kita yang tidak terpakai dan membagikan informasinya. Tentu saja hal ini memerlukan teknologi informasi yang berupa sebuah aplikasi yang dapat melakukan pencatatan dengan baik. Aplikasi pencatat ini harus memiliki kemampuan sebagai berikut:
1. Menjadwalkan pemakaian aset tersebut
2. Mengetahui informasi masa idle aset
3. Membagi informasi aset yang idle dengan meliputi informasi kuantitas/kualitas, lokasi, lama idle.
1. Menjadwalkan pemakaian aset tersebut
2. Mengetahui informasi masa idle aset
3. Membagi informasi aset yang idle dengan meliputi informasi kuantitas/kualitas, lokasi, lama idle.
Dari aplikasi tersebut, maka kita bisa mengetahui aset-aset logistik mana yang berada pada masa idle dan dapat kita pinjam pakaikan kepada orang lain.
Ada empat hal yang akan didapatkan jika sharing economic ini berjalan:
1. Optimalisasi produktifitas aset sehingga harga sewa lebih murah
2. Efisiensi biaya karena mendapat harga sewa lebih murah
3. Mendapat ketersediaan kebutuhan pendukung operasional logistik dengan mudah
4. Bisnis berjalan dengan lancar
1. Optimalisasi produktifitas aset sehingga harga sewa lebih murah
2. Efisiensi biaya karena mendapat harga sewa lebih murah
3. Mendapat ketersediaan kebutuhan pendukung operasional logistik dengan mudah
4. Bisnis berjalan dengan lancar
Jadi logistics sharing economic akan menjadi tren dalam beberapa tahun ke depan. Persaingannya sudah bukan pada kemampuan memiliki aset sebanyak mungkin, akan tetapi bagaimana melakukan optimalisasi pada aset serta memberikan layanan yang terbaik bagi pelanggan.
Standard Operating Procedure / SOP Barang masuk di gudang
Hai, kali ini saya mau mengulas tentang SOP barang masuk. Untuk file PDFnya bisa anda download di bagian bawah dari tulisan ini.
Di dalam proses pengelolaan pergudangan untuk penyimpanan barang, maka ada proses untuk memasukkan barang ke dalam gudang. Saya merangkumnya menjadi 4 (empat) proses yang menjadi tahapan dalam proses barang masuk.
Proses 1, menerima informasi barang masuk. Dalam tahapan ini, kita terlebih dulu mendapatkan informasi barang yang masuk. Informasi bisa didapatkan sebelumnya melalui email, telepon, sms dan media lainnya dengan jangka waktu tertentu sebelum barang masuk. Selain itu informasi juga bisa didapatkan ketika barang yang akan masuk sudah tiba di gudang kita. Aturan mengenai batasan waktu penerimaan informasi sangat tergantung dari aturan yang dibuat oleh masing-masing pengelola gudang. Ada yang mensyaratkan bahwa informasi mengenai barang yang masuk harus diterima minimal satu hari sebelumnya atau ada yang tidak memberikan batasan waktu tertentu. Hal ini akan berkaitan dengan proses pengaturan gudang. Misalnya untuk gudang yang meminta batasan waktu pemberian informasi satu hari sebelumnya diperlukan untuk melakukan persiapan sumber daya manusia yang diperlukan ataupun persiapan lokasi barang yang akan masuk tersebut.
Proses 2 yaitu memastikan bahwa barang yang akan masuk sudah siap diterima. Kesiapan ini berkaitan dengan sumber daya manusia, perlengkapan dan peralatan yang dibutuhkan untuk menangani barang masuk dan juga lokasi penempatan barang yang akan masuk.
Proses 3 adalah proses penerimaan barang masuk. Terjadi pada hari H, di mana barang sudah tiba di gudang. Yang perlu dilakukan adalah menyiapkan check list barang yang masuk. Jika sebelumnya sudah diinformasikan daftar barang apa saja yang masuk misal dengan detail nama barang, kode barang, jumlah, ukuran volume, berat maka daftar barang ini bisa dijadikan sebagai dokumen check list barang. Pastikan bahwa ada petugas gudang yang bertanggung jawab untuk melakukan pengecekan barang berdasarkan dokumen tersebut. Jika tidak ada informasi detail barang yang akan masuk, maka barang yang masuk dicatat satu persatu sesuai detail yang diperlukan, misal seperti nama barang, kode barang, jumlah, volume dan berat. Detail informasi barang yang perlu dilakukan pengecekan tergantung dari peraturan pengelolaannya. Semisal hanya perlu mencatatkan kode barang dan jumlahnya saja, maka di petugas penerima barang masuk di gudang cukup melakukan pengecekan berdasarkan kode barang dan jumlahnya saja. Yang perlu dipastikan selain detail informasi barang yang masuk adalah kondisi barang pada saat datang ke gudang kita. Jika diperlukan, sebaiknya barang yang akan masuk tersebut difoto, baik pada saat barang masih ada di atas kendaraan pengangkut maupun pada saat diturunkan. Pastikan semua proses tercatat di dalam dokumen check list barang.
Proses 4 adalah proses pembuatan dokumen serah terima barang. Ini adalah proses terakhir dalam proses penerimaan barang yang masuk ke dalam gudang yaitu proses pembuatan dokumen serah terima barang. Dokumen serah terima barang ini sangat penting, karena di dalamnya kita bisa memberikan informasikan beberapa detail berikut dari barang masuk:
- Informasi siapa pembawa barang ke gudang
- informasi nomer surat sebagai referensi barang masuk ke gudang jika ada, misal nomer surat jalan, nomer Purchase Order (PO)
- Waktu (Tanggal dan jam) barang tiba di gudang
- Waktu (Tanggal dan jam) barang mulai bongkar.
- Waktu (Tanggal dan jam) barang selesai bongkar.
- Detail barang yang diterima (nama barang / kode barang / jumlah / volume / berat)
- Kondisi barang yang diterima (Bisa dilengkapi dengan foto)
- Petugas gudang yang menerima barang
Dokumen ini ditanda tangani oleh pembawa barang yang dilengkapi dengan nama, nomer telepon yang bisa dihubungi, bisa juga ditambah dengan email dan dilengkapi dengan copy identitas dari pembawa barang. Dari pihak gudang juga memberikan tanda tangan di dokumen tersebut yang juga dilengkapi dengan nama, nomer telepon dan jabatan.
Dokumen ini dibuat rangkap, bisa dibuat dua rangkap, tergantung dari kebutuhan dokumentasi. Misal jika dibuat rangkap dua, rangkap pertama diberikan kepada pembawa barang untuk diteruskan kepada pengirim barang, rangkap kedua sebagai dokumen administrasi di gudang. Dokumen ini dilengkapi lampiran dokumen checklist barang.
Dokumen ini dibuat rangkap, bisa dibuat dua rangkap, tergantung dari kebutuhan dokumentasi. Misal jika dibuat rangkap dua, rangkap pertama diberikan kepada pembawa barang untuk diteruskan kepada pengirim barang, rangkap kedua sebagai dokumen administrasi di gudang. Dokumen ini dilengkapi lampiran dokumen checklist barang.
0 komentar:
Posting Komentar